Pernahkah Anda berjalan-menyusuri pasar tradisional di pagi hari? Aroma manis dari gula kelapa yang dimasak, wangi gurih santan yang mendidih, dan pemandangan warna-warni kue yang tertata rapi di atas tampah adalah sebuah pengalaman sensorik yang tak terlupakan. Jajanan pasar bukan sekadar pengganjal perut, melainkan kapsul waktu yang menyimpan cerita, tradisi, dan kearifan lokal.
Namun, di tengah gempuran tren kuliner modern dan makanan cepat saji, banyak dari permata kuliner ini yang perlahan meredup. Generasi baru mungkin lebih akrab dengan croissant atau boba tea daripada jajanan warisan nenek moyang mereka sendiri. Proses pembuatannya yang rumit dan memakan waktu seringkali tidak sebanding dengan keuntungan yang didapat, membuat para pembuatnya semakin langka.
Artikel ini akan mengajak Anda bernostalgia sekaligus membuka mata tentang lima jajanan pasar khas Jawa yang kini berada di ambang kepunahan. Ini bukan sekadar daftar makanan, melainkan sebuah undangan untuk mengenal, mencicipi, dan turut serta melestarikan warisan budaya kita yang tak ternilai. Sudah pernah coba salah satunya?
Mengapa Jajanan Pasar Tradisional Terancam Punah?
Sebelum kita menyelami kelezatan jajanan langka ini, penting untuk memahami mengapa mereka terancam. Fenomena ini bukan terjadi tanpa sebab. Beberapa faktor utama yang berkontribusi antara lain:
- Regenerasi yang Lambat: Banyak resep jajanan pasar merupakan warisan turun-temurun yang dijaga kerahasiaannya. Sayangnya, tidak banyak generasi muda yang tertarik untuk melanjutkan usaha ini. Mereka menganggapnya kuno, tidak menguntungkan, dan terlalu melelahkan.
- Proses Pembuatan yang Rumit: Tidak seperti makanan instan, jajanan pasar membutuhkan ketelatenan, kesabaran, dan keahlian khusus. Mulai dari pemilihan bahan baku berkualitas hingga teknik memasak yang presisi, semuanya adalah seni yang tidak bisa dipelajari dalam semalam.
- Persaingan dengan Kuliner Modern: Kue-kue kekinian dengan tampilan yang lebih “Instagrammable” dan rasa yang lebih familiar di lidah anak muda menjadi pesaing berat. Jajanan pasar seringkali dianggap kurang menarik secara visual dan kalah pamor.
- Bahan Baku yang Sulit Ditemukan: Beberapa jajanan menggunakan bahan-bahan spesifik yang kini mulai sulit didapat, seperti jenis daun tertentu untuk membungkus atau varietas umbi-umbian lokal.
Kini, mari kita kenali lebih dekat lima pahlawan kuliner yang berjuang untuk tetap eksis di tengah zaman.
5 Permata Kuliner Jawa yang Kian Langka
Setiap kue memiliki cerita, setiap gigitan membawa kenangan. Inilah lima jajanan pasar Jawa yang mungkin belum pernah Anda temui, atau mungkin pernah Anda cicipi di masa kecil dan kini merindukannya.
1. Kue Clorot: Manis Legit dalam Selongsong Janur
Apa itu Kue Clorot?
Bayangkan sebuah es krim cone, namun terbuat dari janur (daun kelapa muda) yang dililit secara spiral. Di dalamnya, bukan es krim, melainkan adonan lembut dan manis yang terbuat dari tepung beras, santan, dan gula merah. Itulah Kue Clorot, sebuah mahakarya kesederhanaan dari daerah Purworejo, Jawa Tengah.
Asal-Usul dan Keunikan:
Nama “Clorot” berasal dari cara memakannya yang unik. Untuk menikmati kue ini, Anda harus menekan bagian bawah selongsong janur, dan adonan kue akan “mencolot” atau “slorot” (meluncur) keluar dari ujung atasnya. Keunikan utamanya terletak pada pembungkusnya. Membuat selongsong janur ini membutuhkan keahlian khusus yang tidak semua orang bisa melakukannya. Aroma wangi dari janur yang ikut terkukus bersama adonan memberikan sensasi khas yang tidak bisa ditiru.
Cita Rasa dan Tekstur:
Rasanya manis legit dari gula merah asli, dengan sentuhan gurih dari santan kental. Teksturnya sangat lembut, kenyal, dan sedikit lengket, lumer di mulut saat digigit. Aroma khas janur yang terbakar uap panas menjadi nilai tambah yang membuatnya begitu istimewa.
Mengapa Langka?
Keahlian melilit janur menjadi kerucut sempurna adalah seni yang mulai hilang. Proses pembuatannya yang memakan waktu dan keuntungan yang tipis membuat para perajinnya semakin berkurang dari tahun ke tahun.
2. Grontol Jagung: Gurih Sederhana Penuh Nostalgia
Apa itu Grontol Jagung?
Grontol adalah jajanan yang sangat sederhana namun sarat makna. Terbuat dari biji jagung pipil kering yang direndam semalaman, kemudian direbus hingga empuk dan merekah. Setelah matang, grontol disajikan hangat dengan taburan kelapa parut segar dan sedikit garam. Beberapa versi modern menambahkan gula pasir untuk sentuhan manis.
Asal-Usul dan Keunikan:
Grontol adalah simbol pangan di masa lalu, terutama di daerah pedesaan Jawa Tengah dan Yogyakarta. Saat beras masih menjadi komoditas mahal, jagung adalah makanan pokok alternatif. Grontol lahir dari kreativitas mengolah jagung menjadi camilan yang lezat dan mengenyangkan. Keunikannya terletak pada kesederhanaannya yang justru memunculkan rasa otentik jagung.
Cita Rasa dan Tekstur:
Teksturnya kenyal dan sedikit “meletup” saat digigit. Rasa manis alami dari jagung berpadu sempurna dengan rasa gurih dari kelapa parut dan sedikit asin dari garam. Ini adalah kombinasi rasa yang jujur dan tidak neko-neko, mengingatkan pada suasana pedesaan yang tenang.
Mengapa Langka?
Meskipun bahan-bahannya mudah ditemukan, Grontol dianggap terlalu “ndeso” atau kampungan oleh sebagian orang. Proses merendam dan merebus jagung kering yang memakan waktu berjam-jam juga menjadi alasan mengapa jajanan ini semakin jarang ditemui di pasar-pasar perkotaan.
3. Kue Kipo: Si Mungil Hijau dari Kotagede
Apa itu Kue Kipo?
Jangan tertipu oleh ukurannya yang mungil dan penampilannya yang bersahaja. Kipo adalah ledakan rasa dalam satu gigitan. Jajanan khas Kotagede, Yogyakarta, ini terbuat dari adonan tepung ketan yang diberi warna hijau dari daun suji. Isiannya adalah enthen-enthen, yaitu parutan kelapa yang dimasak dengan gula jawa hingga manis dan legit.
Asal-Usul dan Keunikan:
Nama “Kipo” memiliki cerita yang menarik. Konon, pada zaman dahulu, saat orang pertama kali melihat jajanan ini, mereka bertanya dalam bahasa Jawa, “Iki opo?” (Ini apa?). Pertanyaan itu kemudian disingkat menjadi “Kipo”. Proses pembuatannya unik, setelah diisi, adonan kipo yang berbentuk oval pipih ini dipanggang di atas wajan tanah liat dengan alas daun pisang, memberikan aroma sangit yang khas.
Cita Rasa dan Tekstur:
Kulitnya terasa kenyal dan lembut dengan aroma wangi pandan dan daun suji. Saat digigit, Anda akan disambut oleh isian kelapa manis yang meledak di mulut. Sentuhan aroma asap dari proses pemanggangan di atas wajan tanah liat memberikan dimensi rasa yang kompleks dan tak terlupakan.
Mengapa Langka?
Kipo sangat sulit ditemukan di luar daerah asalnya, Kotagede. Proses pembuatannya yang masih sangat tradisional, termasuk penggunaan wajan tanah liat dan daun pisang, membuatnya sulit diproduksi secara massal. Regenerasi pembuat Kipo yang otentik juga menjadi tantangan besar.
4. Wedang Tahu: Kehangatan dalam Semangkuk Sutra
Apa itu Wedang Tahu?
Mungkin ini yang paling tidak biasa dalam daftar ini. Ya, ini adalah jajanan, tetapi dalam bentuk minuman hangat. Wedang Tahu adalah minuman khas Semarang yang merupakan hasil akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa. Isinya adalah kembang tahu (sari kedelai yang dikentalkan hingga selembut sutra) yang disiram dengan kuah jahe panas yang manis dan pedas.
Asal-Usul dan Keunikan:
Awalnya dikenal dengan nama Tauhue dalam dialek Hokkian, minuman ini dibawa oleh imigran Tiongkok dan diadaptasi dengan lidah lokal. Kembang tahu dibuat dengan proses yang sangat hati-hati untuk menghasilkan tekstur yang luar biasa halus. Kuah jahenya, yang seringkali dicampur dengan serai, daun pandan, dan gula merah, berfungsi untuk menghangatkan tubuh.
Cita Rasa dan Tekstur:
Sensasinya luar biasa. Kembang tahu yang super lembut seolah meleleh di lidah, memberikan tekstur yang ringan dan menenangkan. Rasa lembut ini kemudian “ditabrak” oleh kuah jahe yang manis, pedas, dan menghangatkan tenggorokan. Ini adalah perpaduan sempurna antara kelembutan dan kehangatan.
Mengapa Langka?
Membuat kembang tahu dengan tekstur yang pas adalah sebuah seni. Dibutuhkan keahlian dan kesabaran tinggi. Penjual Wedang Tahu biasanya adalah generasi tua yang berkeliling dengan pikulan, sebuah pemandangan yang kini semakin jarang kita lihat.
5. Kue Gembus: Si Putih Empuk dari Tepung Beras
Apa itu Kue Gembus?
Jangan salah sangka dengan gembus yang terbuat dari ampas tahu. Kue Gembus yang kita bicarakan ini adalah kue basah tradisional dari Jawa Tengah yang terbuat dari tepung beras dan tape singkong. Adonan ini dikukus hingga mengembang sempurna, menghasilkan kue berbentuk seperti mangkuk terbalik dengan warna putih bersih.
Asal-Usul dan Keunikan:
Kue Gembus adalah contoh jajanan yang mengandalkan proses fermentasi dari tape singkong untuk menciptakan tekstur yang empuk dan mengembang (kempes-kempes atau gembus dalam bahasa Jawa). Tanpa pengembang kimia, kue ini adalah bukti kehebatan teknik kuliner tradisional. Biasanya disajikan dengan taburan kelapa parut yang gurih.
Cita Rasa dan Tekstur:
Teksturnya sangat empuk, ringan, dan sedikit berongga, mirip dengan bolu kukus tetapi dengan cita rasa yang lebih khas. Ada aroma wangi tape yang samar-samar berpadu dengan rasa manis yang tidak berlebihan. Ketika disantap bersama kelapa parut, kombinasi empuk, manis, dan gurihnya sangat memanjakan lidah.
Mengapa Langka?
Kue Gembus kalah populer dengan bolu kukus modern yang lebih berwarna-warni dan bervariasi rasanya. Ketergantungan pada kualitas tape singkong yang bagus juga menjadi salah satu tantangan dalam pembuatannya.
Upaya Pelestarian: Bagaimana Kita Bisa Membantu?
Membaca tentang jajanan ini mungkin membuat Anda lapar dan sedikit sedih. Namun, kita tidak bisa hanya berdiam diri. Ada banyak cara sederhana yang bisa kita lakukan untuk membantu menjaga api warisan kuliner ini tetap menyala:
- Beli dan Nikmati: Cara paling langsung adalah dengan membeli jajanan ini ketika Anda menemukannya. Dukungan Anda sangat berarti bagi para penjual.
- Bagikan di Media Sosial: Ambil foto yang bagus, ceritakan pengalaman Anda, dan bagikan di media sosial. Buatlah jajanan pasar menjadi “keren” kembali.
- Belajar dari Ahlinya: Jika Anda memiliki nenek, kakek, atau tetangga yang masih bisa membuat kue-kue ini, mintalah mereka untuk mengajari Anda. Dokumentasikan resepnya.
- Dukung Festival Kuliner Lokal: Hadiri dan dukung acara-acara yang mengangkat kuliner tradisional. Ini adalah panggung bagi para perajin jajanan pasar untuk unjuk gigi.
Kesimpulan: Menjaga Api Warisan Kuliner Tetap Menyala
Clorot, Grontol, Kipo, Wedang Tahu, dan Gembus hanyalah segelintir dari ratusan jajanan pasar Jawa yang terancam hilang. Mereka lebih dari sekadar makanan; mereka adalah identitas, sejarah, dan bagian dari jiwa bangsa kita.
Melestarikan mereka bukan hanya tentang menyelamatkan resep, tetapi juga tentang menghargai kerja keras, kreativitas, dan kearifan para pendahulu kita. Jadi, lain kali Anda ke pasar atau melihat penjual jajanan tradisional di pinggir jalan, berhentilah sejenak. Coba cicipi sesuatu yang belum pernah Anda rasakan sebelumnya.
Jadi, dari kelima jajanan pasar yang hampir punah ini, sudah pernah coba yang mana? Mungkin petualangan kuliner Anda selanjutnya dimulai dari sini.