MEMERANDOM.COM –
Kisah Nyeleneh Jualan di Grup WA Keluarga: Antara Sedekah Rejeki dan Guyon Ora Jelas
Grup WhatsApp keluarga. Siapa sih yang nggak punya? Ruang digital yang isinya campur aduk: dari broadcast ceramah subuh, info acara kumpul keluarga, debat kusir soal politik, sampai… jualan. Nah, bagian jualan inilah yang seringkali nyeleneh, unik, dan kadang bikin geleng-geleng kepala. Bukan jualan profesional di marketplace lho ya, ini jualan ala sedulur dewe, sing isine penuh drama, guyonan, lan kadang yo sungkan.
Coba eling-eling, pirang-pirang jenis jualan nyeleneh sing tau muncul neng grup WA keluargamu?
1. Menu Hari Ini: Jualan Dadakan Rasa Sayang
Ini jenis jualan paling umum. Tiba-tiba, di tengah obrolan soal cucu rewel, muncul foto masakan lengkap dengan caption: “Menu hari ini: Pecel Lele Lamongan & Sayur Asem. Siap antar area [nama kota/kecamatan]. Monggo sing kerso, gawean Mbakyu [nama] lho iki.”
Nyeleneh-nya di mana? Pertama, ini jualan dadakan. Mungkin Mbakyu atau Likmu kelebihan bahan, atau lagi iseng pengen nyoba jualan. Kedua, ada embel-embel “gawean Mbakyu/Likmu”. Ini semacam kode: “Mbok ya dituku, iki gawean sedulur dewe. Bantu laris yo.” Tekanan sosialnya itu lho, halus tapi mengena.
Kadang komennya yo lucu. “Wah, ketoke enak tenan, Mbakyu! Regane piro?” (Wah, kelihatannya enak sekali, Mbakyu! Harganya berapa?). Dijawab, “Wis pokoke murah wae, nggo sedulur. Wis, pesen wae, dijamin halal lan enak!” (Sudah pokoknya murah saja, buat saudara. Sudah, pesan saja, dijamin halal dan enak!). Negosiasi harganya santai banget, kadang malah nggak disebutin detail di awal. Wes pokoke pesen disik, urusan mbayar gampang.
2. Barang Bekas “Masih Layak Pakai”: Dari Panci Sampai Kloso Bekas
Jenis kedua ini juga sering muncul: jualan barang bekas. Biasanya diawali dengan kalimat “Barangkali ada yang butuh…” lalu foto barangnya: panci lawas, sepeda anak yang kekecilan, kloso (tikar) bekas hajatan, sampai baju yang udah nggak muat.
Nyeleneh-nya? Deskripsinya itu lho. “Panci presto merk [merk terkenal], jarang pakai, kondisi 90%, minus lecet dikit. Rego [harga]. Nego tipis.” Padahal lecet dikitnya itu separuh badan panci. Atau “Sepeda anak, cocok buat balita 2-3 tahun. Masih bagus, cuma ban kempes sama rem agak macet.” Lha iyo, kuwi jenenge ra bagus, Lik! (Ya iya, itu namanya nggak bagus, Lik!).
Komennya juga bervariasi. Ada yang beneran minat (“Wah, pas iki go anakku! Tak pesen yo, Lik!”), ada yang sekadar guyon (“Kloso bekas e isih mambu rendang po ra, Lik?” – Tikar bekasnya masih bau rendang atau tidak, Lik?), sampai yang blak-blakan (“Wah, larang tenan kuwi, Lik. Neng pasar bekas luwih murah.” – Wah, mahal sekali itu, Lik. Di pasar barang bekas lebih murah.). Si penjual yo kudu sabar lan legowo (lapang dada) menghadapi komen-komen sedulure dewe.
3. Peluang Bisnis “Emas”: MLM Sampai Produk Kesehatan Ajaib
Yang ini kadang bikin grup agak spaneng (tegang). Tiba-tiba ada anggota grup yang share presentasi panjang lebar tentang peluang bisnis, produk kesehatan yang bisa menyembuhkan segala penyakit, atau investasi dengan keuntungan selangit. Biasanya dari member yang baru join MLM atau lagi semangat-semangatnya jualan produk tertentu.
Nyeleneh-nya? Konteksnya itu lho, nggak pas blas. Di tengah diskusi resep sambal, tiba-tiba muncul chat: “Sedulur-sedulurku sing tak tresnani, aku nemu peluang rejeki sing luar biasa! Modal kecil, untung gedhe, bisa umroh gratis! Monggo sing minat…” Lha, iki grup keluarga opo grup marketing? (Lha, ini grup keluarga apa grup marketing?).
Oke, siap! Ini dia artikel “high value content” tentang kisah-kisah nyeleneh jualan di grup WA keluarga, dalam bahasa campuran Jawa dan Indonesia, sekitar 900 kata.
” fifu-data-src=”https://i1.wp.com/1.bp.blogspot.com/-qRKUXX-bZ4s/XtadO8H-scI/AAAAAAAABg4/lUl5iorDry4aMT9h1fQzLB-Sc2nfUCk_ACK4BGAsYHg/Screenshot_2020-06-01-09-29-19-027_com.whatsapp.jpg?ssl=1″ alt=”
Oke, siap! Ini dia artikel “high value content” tentang kisah-kisah nyeleneh jualan di grup WA keluarga, dalam bahasa campuran Jawa dan Indonesia, sekitar 900 kata.
” />
Reaksinya? Macem-macem. Ada yang diem aja (paling banyak), ada yang kasih emotikon senyum atau jempol (tanda membaca tapi nggak minat), ada yang langsung guyon (“Wah, wis sugih durung, Lik? Nek wis, traktir yo!”), sampai ada yang blak-blakan ngandani (“Lik, iki grup keluarga lho, ojo nggo jualan ngene iki. Ngganggu.” – Lik, ini grup keluarga lho, jangan dipakai jualan begini. Mengganggu.). Dramane dapet banget.
4. Jualan “Sedekah Rejeki”: Wajib Beli Biar Berkah
Ini jurus pamungkas sing kadang dipakai: “Monggo dibantu laris, sedulur. Iki go nambah-nambah rejeki, sithik-sithik sing penting berkah. Anggep wae sedekah.” (Silakan dibantu laris, saudara. Ini untuk menambah rezeki, sedikit-sedikit yang penting berkah. Anggap saja sedekah.).
Nyeleneh-nya? Membawa-bawa embel-embel sedekah atau berkah untuk urusan jualan. Secara niat mungkin baik, pengen berbagi rejeki atau dibantu kelancaran usahanya. Tapi kalau disampaikan terlalu sering atau jadi alasan utama, kesannya kok maksa dan memanfaatkan status keluarga. Lha wong dodolan yo dodolan wae to, Lik. Masalah rejeki kan Gusti Allah sing ngatur. (Ya namanya jualan ya jualan saja toh, Lik. Masalah rezeki kan Allah yang mengatur.).
Tapi ya gitu, sebagai sedulur sing apik, kadang yo melu tuku senajan ora butuh-butuh banget. Wis, ben seneng sing dodol. (Sudah, biar senang yang jualan.). Itu wujud solidaritas nyeleneh di grup WA keluarga.
Kenapa Kok Nyeleneh Tapi Terus Terjadi?
Pertanyaan mendasarnya, kenapa sih jualan di grup WA keluarga ini nyeleneh tapi kok tetep aja ada?
- Pasar Paling Gampang (dan Paling Susah): Anggota grup keluarga adalah pasar yang paling mudah dijangkau. Tinggal posting, beres. Nggak perlu mikir target pasar, karena target pasarnya ya sedulur dewe. Tapi di sisi lain, ini juga pasar yang paling susah. Susah nentuin harga (kudu murah meriah), susah nolak diskon (“Kan podo sedulur, Lik!”), susah kalau barangnya jelek (langsung di-komen pedas).
- Kepercayaan: Ada tingkat kepercayaan yang otomatis terbangun. Jualan neng grup keluarga, resiko penipuan minim. Paling banter yo barang e ora sesuai ekspektasi. Tapi kan sing dodol yo sedulur dewe, isin dewe nek ngapusi.
- Guyub dan Tolong-Menolong: Ini salah satu nilai luhur budaya kita, khususnya Jawa. Guyub rukun (rukun dan bersama) dan tolong-menolong. Jualan di grup keluarga ini bisa jadi wujud tolong-menolong ala modern. Sing dodol dibantu laris, sing tuku entuk barang (mbuh kepiye kualitase), sing liyane entuk hiburan karo guyon.
- Ketiadaan Batasan Jelas: Grup WA keluarga itu memang ruang tanpa batasan yang jelas antara personal dan profesional. Obrolan serius, guyonan, curhat, sampai jualan, campur aduk jadi satu. Makanya jualan di sana terasa nyeleneh, karena ranah bisnis masuk ke ranah pribadi yang sangat intim.
Kesimpulan
Jualan di grup WA keluarga adalah fenomena unik yang nyeleneh, lucu, kadang bikin mangkel (jengkel), tapi juga menunjukkan sisi kehangatan dan guyubnya hubungan persaudaraan. Di tengah era digital yang serba tersegmentasi, grup WA keluarga tetap menjadi ruang cair di mana peran kita sebagai anak, orang tua, paman, bibi, kakek, nenek, plus sesekali penjual atau pembeli dadakan, melebur jadi satu.
Jadi, kalau besok pagi kamu buka grup WA keluarga dan ada yang nawarin nasi uduk buatan budhemu, atau ada ommu yang lagi jual burung perkutut koleksinya, senyumin aja. Itu bukan cuma transaksi jual beli, tapi bagian dari dinamika rame lan guyone (ramai dan lucunya) grup WA keluarga kita. Nikmati saja nyeleneh-nya, sambil sesekali guyon atau beneran bantu sedekah rejeki dengan membeli dagangan sedulur dewe.