>
Hanacaraka: Mengukir Warisan Dunia dari Jawa ke Pentas Global – Upaya Internasionalisasi Aksara Leluhur
Di tengah gemuruh modernitas dan dominasi aksara Latin, tersembunyi sebuah permata budaya dari bumi Nusantara yang menanti untuk bersinar di panggung dunia: Hanacaraka, atau Aksara Jawa. Lebih dari sekadar deretan huruf, Hanacaraka adalah jendela ke masa lalu yang kaya, penjaga filosofi adiluhung, dan cerminan identitas sebuah peradaban. Kini, gaung untuk menginternasionalisasi Hanacaraka sebagai Warisan Dunia semakin menguat, sebuah upaya mulia untuk memastikan aksara leluhur ini tidak hanya bertahan, tetapi juga diakui nilai universalnya oleh seluruh umat manusia.
Artikel ini akan membawa Anda menelusuri perjalanan Hanacaraka, dari akarnya di tanah Jawa hingga cita-cita luhurnya untuk menjadi bagian tak terpisahkan dari daftar Warisan Dunia UNESCO. Kita akan memahami mengapa aksara ini begitu berharga, tantangan apa saja yang menghadang dalam upaya internasionalisasinya, serta langkah-langkah konkret yang tengah ditempuh untuk mewujudkan impian tersebut.
>
1. Mengenal Hanacaraka: Jendela ke Masa Lalu yang Penuh Makna
Hanacaraka adalah sistem penulisan tradisional yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa dan beberapa bahasa daerah lain di Indonesia. Aksara ini merupakan turunan dari aksara Brahmi yang dibawa dari India, berkembang selama berabad-abad di Nusantara, khususnya di wilayah Jawa. Puncak kejayaannya terlihat pada masa Kerajaan Majapahit hingga Kesultanan Mataram, di mana aksara ini menjadi medium utama dalam penulisan sastra, prasasti, naskah keagamaan, dan catatan sejarah.
Struktur dan Keindahan Filosofis:
Hanacaraka bukan sekadar kumpulan simbol. Setiap bentuk, setiap guratan, memiliki cerita dan keindahan tersendiri. Aksara ini terdiri dari 20 karakter dasar (disebut carakan atau nglegena) yang membentuk sebuah bait puitis:
- Ha Na Ca Ra Ka: Ada utusan, ada.
- Da Ta Sa Wa La: Sedang berjuang untuk mempertahankan diri.
- Pa Dha Ja Ya Nya: Punya daya kekuatan.
- Ma Ga Ba Tha Nga: Yang berasal dari (para) dewa.
Urutan ini, yang dikenal sebagai Dasanama, bukan hanya untuk memudahkan hafalan, melainkan juga mengandung filosofi mendalam tentang siklus kehidupan, perjuangan, dan hubungan antara manusia dengan alam semesta. Ini adalah salah satu keunikan Hanacaraka yang membedakannya dari aksara lain.
Selain carakan, Hanacaraka juga dilengkapi dengan pasangan (untuk mematikan vokal pada suku kata sebelumnya) dan sandhangan (simbol untuk mengubah bunyi vokal, menambahkan konsonan, atau tanda baca). Kerumitan sekaligus keteraturan inilah yang menjadikannya sebuah sistem penulisan yang kaya dan ekspresif.
Penjaga Kebudayaan dan Identitas:
Selama berabad-abad, Hanacaraka telah menjadi wadah bagi ribuan karya sastra adiluhung, mulai dari kakawin-kakawin epik, serat-serat piwulang (ajaran moral), hingga naskah-naskah kuno yang menyimpan pengetahuan tentang pengobatan, astronomi, arsitektur, dan spiritualitas Jawa. Ia adalah penjaga memori kolektif, perekat identitas budaya, dan jembatan yang menghubungkan generasi masa kini dengan kebijaksanaan leluhur. Kehilangan Hanacaraka berarti kehilangan sebagian dari jiwa peradaban Jawa.
>
2. Mengapa Hanacaraka Layak Jadi Warisan Dunia? – Nilai Universal yang Tersembunyi
Pengakuan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) bukanlah sekadar gelar prestisius. Ini adalah bentuk pengakuan global terhadap "nilai universal yang luar biasa" dari suatu situs atau budaya, yang berarti ia memiliki signifikansi bagi seluruh umat manusia, bukan hanya bagi masyarakat lokalnya. Hanacaraka memenuhi kriteria ini dengan berbagai alasan kuat:
a. Kedalaman Sejarah dan Kontinuitas Budaya:
Hanacaraka adalah salah satu aksara tertua di Asia Tenggara yang masih "hidup" (meskipun terancam). Sejarahnya membentang ribuan tahun, berevolusi dan beradaptasi seiring dengan pasang surutnya peradaban Jawa. Keberadaannya adalah bukti nyata kontinuitas budaya yang luar biasa, jembatan tak terputus antara masa lalu yang gemilang dengan masa kini.
b. Kekayaan Sastra dan Filosofi:
Aksara ini telah melahirkan khazanah sastra yang tak ternilai. Naskah-naskah seperti Serat Centhini, Kakawin Bharatayudha, atau Arjunawiwaha tidak hanya indah dari segi bahasa, tetapi juga mengandung ajaran filosofis, etika, dan pandangan dunia yang relevan hingga saat ini. Nilai-nilai seperti hamemayu hayuning buwana (memperindah keindahan dunia), mikul dhuwur mendhem jero (menjunjung tinggi kehormatan, memendam dalam-dalam aib), dan harmoni dengan alam, adalah warisan intelektual yang patut dikenal dunia.
c. Keunikan dan Kompleksitas Sistem Penulisan:
Seperti yang telah disebutkan, Hanacaraka memiliki keunikan filosofis dalam urutan karakternya. Sistem pasangan dan sandhangan-nya juga menunjukkan kompleksitas dan kecanggihan linguistik yang tidak banyak ditemukan pada aksara lain. Ini adalah bukti kecerdasan dan kreativitas leluhur yang mampu menciptakan sistem penulisan yang efisien dan estetis.
d. Representasi Identitas dan Keberagaman Budaya:
Di tengah homogenisasi budaya global, Hanacaraka adalah simbol keberagaman dan kekayaan identitas manusia. Mengakui Hanacaraka berarti mengakui pentingnya setiap budaya memiliki cara sendiri untuk mengekspresikan diri dan mewariskan pengetahuannya. Ini adalah pengingat bahwa keindahan dunia terletak pada keragamannya.
e. Potensi Revitalisasi dan Inspirasi Global:
Pengakuan UNESCO akan memberikan dorongan besar bagi upaya revitalisasi Hanacaraka di tingkat lokal. Selain itu, kisahnya dapat menginspirasi komunitas lain di dunia yang juga berjuang mempertahankan aksara dan bahasa asli mereka. Hanacaraka bisa menjadi model bagaimana sebuah aksara kuno dapat beradaptasi dan tetap relevan di era digital.
>
3. Tantangan dalam Upaya Internasionalisasi: Menjelajahi Samudra Digital dan Global
Perjalanan Hanacaraka menuju panggung Warisan Dunia bukanlah tanpa rintangan. Ada beberapa tantangan signifikan yang harus diatasi:
a. Dominasi Aksara Latin dan Penurunan Pengguna:
Sejak era kolonial, aksara Latin telah menjadi standar penulisan di Indonesia, termasuk di Jawa. Hal ini menyebabkan penurunan drastis dalam penggunaan Hanacaraka, terutama di kalangan generasi muda. Banyak yang menganggapnya kuno, sulit dipelajari, dan tidak praktis untuk kehidupan modern.
b. Kurangnya Kesadaran dan Promosi Global:
Di luar Indonesia, Hanacaraka hampir tidak dikenal. Kurangnya promosi yang efektif dan materi edukasi yang mudah diakses dalam bahasa internasional membuat aksara ini tetap menjadi "harta karun tersembunyi" bagi sebagian besar dunia.
c. Isu Digitalisasi dan Standardisasi:
Agar dapat bertahan di era digital, Hanacaraka harus sepenuhnya terdigitalisasi. Meskipun sudah ada upaya integrasi ke Unicode (standar pengodean karakter internasional), implementasinya masih belum merata. Tantangan juga muncul dalam standardisasi varian aksara yang berbeda di berbagai wilayah Jawa, serta ketersediaan font dan keyboard digital yang memadai.
d. Sumber Daya dan Dukungan Berkelanjutan:
Proses pengajuan Warisan Dunia membutuhkan sumber daya yang besar, mulai dari penelitian mendalam, penyusunan dokumen, hingga lobi diplomatik. Selain itu, upaya revitalisasi berkelanjutan memerlukan pendanaan, tenaga ahli, dan dukungan politik yang konsisten dari pemerintah dan masyarakat.
e. Persepsi "Lokal" vs. "Universal":
Meyakinkan dunia bahwa Hanacaraka memiliki "nilai universal yang luar biasa" bisa menjadi tantangan. Perlu ada narasi yang kuat dan bukti konkret yang menunjukkan relevansi aksara ini melampaui batas-batas budaya Jawa.
>
4. Strategi dan Langkah Konkret Menuju Panggung Dunia: Mengukir Jejak di Zaman Modern
Meskipun tantangan besar, upaya internasionalisasi Hanacaraka terus bergulir dengan berbagai strategi dan langkah konkret:
a. Digitalisasi Menyeluruh dan Aksesibilitas:
- Pengembangan Unicode dan Font: Mendorong pengembangan dan penyempurnaan font Hanacaraka yang kompatibel dengan Unicode, serta memastikan ketersediaannya secara luas di berbagai platform digital.
- Aplikasi dan Keyboard Digital: Membuat aplikasi belajar Hanacaraka yang interaktif, serta mengembangkan keyboard digital yang mudah digunakan di smartphone dan komputer.
- Repositori Digital: Membangun perpustakaan digital yang berisi naskah-naskah kuno Hanacaraka yang telah didigitalisasi, sehingga dapat diakses oleh peneliti dan masyarakat global.
b. Edukasi dan Integrasi Kurikulum:
- Pendidikan Formal: Mendorong pemerintah daerah untuk mengintegrasikan Hanacaraka ke dalam kurikulum pendidikan di semua jenjang, dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, dengan metode pengajaran yang inovatif dan menarik.
- Pendidikan Informal: Mengadakan lokakarya, kursus daring, dan komunitas belajar Hanacaraka yang terbuka untuk umum, baik di dalam maupun luar negeri.
- Kolaborasi Internasional: Menjalin kerja sama dengan universitas, pusat studi budaya, dan lembaga riset di luar negeri untuk menawarkan mata kuliah atau program pertukaran budaya yang berfokus pada Hanacaraka.
c. Promosi Budaya dan Diplomasi Aktif:
- Festival dan Pameran Internasional: Membawa Hanacaraka ke festival seni dan budaya internasional melalui pameran kaligrafi, instalasi seni, atau presentasi multimeda.
- Media dan Dokumentasi: Memproduksi film dokumenter, video edukasi, dan konten media sosial yang menarik tentang Hanacaraka dalam berbagai bahasa, untuk meningkatkan kesadaran global.
- Advokasi Politik: Pemerintah, melalui Kementerian Luar Negeri dan lembaga terkait, harus aktif melakukan lobi dan diplomasi ke UNESCO serta negara-negara anggota untuk mendapatkan dukungan bagi pengajuan Hanacaraka sebagai Warisan Dunia.
d. Riset dan Publikasi Ilmiah:
- Studi Komparatif: Mendorong penelitian ilmiah yang membandingkan Hanacaraka dengan aksara kuno lainnya di dunia, untuk menonjolkan keunikan dan nilai universalnya.
- Publikasi Internasional: Memfasilitasi publikasi artikel dan buku tentang Hanacaraka di jurnal-jurnal ilmiah dan penerbitan internasional, untuk membangun fondasi akademis yang kuat.
e. Pemberdayaan Komunitas Lokal:
- Dukungan Komunitas: Menguatkan komunitas pegiat Hanacaraka di tingkat lokal, memberikan pelatihan dan dukungan sumber daya agar mereka dapat menjadi garda terdepan dalam pelestarian dan pengajaran.
- Ekonomi Kreatif: Mendorong pengembangan produk-produk ekonomi kreatif berbasis Hanacaraka (misalnya desain fashion, seni rupa, merchandise) untuk menciptakan nilai ekonomi yang dapat menopang keberlanjutan aksara ini.
>
5. Dampak dan Manfaat Pengakuan Internasional: Masa Depan yang Lebih Cerah
Jika Hanacaraka berhasil diakui sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO, manfaatnya akan sangat luas dan signifikan:
a. Pelestarian dan Revitalisasi:
Pengakuan ini akan memberikan momentum besar bagi upaya pelestarian dan revitalisasi Hanacaraka di Indonesia. Akan ada lebih banyak sumber daya, perhatian, dan dukungan untuk program-program yang bertujuan mengajarkan dan menghidupkan kembali aksara ini.
b. Kebanggaan dan Identitas Budaya:
Masyarakat Jawa, dan Indonesia pada umumnya, akan merasakan kebanggaan yang luar biasa. Ini akan memperkuat identitas budaya dan mendorong generasi muda untuk lebih menghargai warisan leluhur mereka.
c. Peningkatan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif:
Hanacaraka yang diakui dunia dapat menjadi daya tarik baru bagi pariwisata budaya, menarik wisatawan dan peneliti dari seluruh dunia. Ini juga akan membuka peluang bagi industri kreatif berbasis Hanacaraka.
d. Minat Akademis Global:
Pengakuan UNESCO akan menarik minat akademisi dan peneliti internasional untuk mempelajari Hanacaraka lebih dalam, membuka pintu bagi kolaborasi riset lintas negara dan memperkaya khazanah pengetahuan global.
e. Kontribusi pada Dialog Budaya Global:
Hanacaraka akan menjadi duta budaya Indonesia di panggung dunia, berkontribusi pada dialog antarperadaban dan menunjukkan kekayaan serta keragaman budaya manusia. Ini akan memperkuat posisi Indonesia sebagai negara dengan warisan budaya yang mendalam.
>
Kesimpulan: Sebuah Tanggung Jawab Bersama untuk Warisan yang Tak Ternilai
Upaya internasionalisasi Hanacaraka sebagai Warisan Dunia adalah sebuah misi mulia yang membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak: pemerintah, akademisi, budayawan, komunitas lokal, hingga masyarakat luas. Ini bukan hanya tentang mendapatkan sebuah gelar, melainkan tentang memastikan bahwa sebuah warisan tak ternilai yang sarat makna dan filosofi adiluhung dapat terus hidup, berkembang, dan diakui nilai universalnya oleh seluruh umat manusia.
Hanacaraka adalah bukti kecerdasan, kreativitas, dan kedalaman spiritual leluhur kita. Dengan menjadikannya Warisan Dunia, kita tidak hanya melestarikannya untuk generasi mendatang, tetapi juga menyumbangkan sepotong keindahan dan kearifan lokal ke dalam mozaik peradaban global. Mari kita bersama-sama mengukir jejak Hanacaraka dari Jawa ke pentas dunia, memastikan bahwa aksara leluhur ini akan terus bercerita dan menginspirasi sepanjang masa.
>