Pernah ngalamin? Lagi santai, leyeh-leyeh sambil scrolling media sosial, tiba-tiba ada notifikasi masuk. Jebul, ada yang ngelike foto profilmu. Lha dalah, kok tumben? Apalagi kalau yang ngelike itu orang yang sudah lamaaa banget nggak kontak, bahkan mungkin udah dilalekke (sudah dilupakan) saking lamanya. Foto yang di-like pun bukan foto terbaru, malah foto jaman baheula, jaman SMA, jaman alay pertama kali kenal internet, atau bahkan foto pas kamu masih unyu-unyu belum kenal filter Instagram.
Dalam hati langsung mikir, “Wah, iki arep ngopo maneh? (Wah, ini mau apa lagi?)” Bukan suudzon, tapi pengalamanlah yang mengajarkan. Ujug-ujug muncul, ujug-ujug ngelike foto lawas, biasanya ada udang di balik batu, atau lebih tepatnya, ada pulsa di balik like.
Ya, fenomena “teman pulsa” ini memang legendaris. Mereka adalah jenis teman yang baru muncul dari peradaban antah berantah ketika indikator pulsa di HP-nya sudah meraung-raung minta diisi. Dan salah satu modus paling klasik untuk menarik perhatian adalah dengan ngelike atau komen di foto-foto lawas. Kenapa foto lawas? Mungkin biar kesannya kayak kangen atau nostalgia, padahal mah cuma pemanis sebelum nembak (meminta) pulsa.
Mari kita bedah, ada tipe-tipe teman seperti apa sih yang kumat kalau lagi nggak ada pulsa dan pakai modus beginian?
1. Si Pemancing Perhatian (The Attention Grabber)
Ini tipe yang paling basic dan paling sering ditemui. Modusnya cuma satu: ngelike foto lawas. Nggak cuma satu, kadang diborong semua foto-foto yang njepun (muncul) di timelinemu yang sudah lama nggak dijamah. Foto wisuda 5 tahun lalu di-like, foto bareng mantan 7 tahun lalu di-like, foto pas camping jaman SMP pun ikut di-like. Tujuannya jelas: bikin kamu notis (notice).
Setelah kamu notis dan mungkin nyeletuk (komentar), “Eh, tumben ngelike foto lawas?”, dia baru melancarkan aksinya. Biasanya diawali dengan basa-basi, “Apa kabar? Lagi ngopo (lagi ngapain)? Suwung (gabut) nih scrolling IG/FB.” Baru setelah itu, pletak, keluar kalimat saktinya, “Eh iya, ngomong-ngomong… lagi di mana? Aku lagi di jalan nih, darurat banget, pulsa habis. Bisa minta tolong isikan sebentar? Nanti langsung tak ganti.”
Javanese Level: Medium. Pakai kata ujug-ujug, lawas, jebul, dilalekke, baheula, alay, notis, ngopo, suwung, nyeletuk.
2. Si Pembuka Jalan (The Conversation Starter)
Tipe ini sedikit lebih halus dari yang pertama. Diawali dengan ngelike foto lawas (atau mungkin foto baru sekalian), tapi nggak berhenti di situ. Dia langsung chat personal. “Piye kabare? Pangling (pangling) lho saiki! Tambah ayu/ganteng (tambah cantik/ganteng) wae!” atau “Wah, ketoke (kelihatannya) lagi seneng (senang) ya? Cerito-cerito (cerita-cerita) dong!”
Dia akan berusaha membangun percakapan yang njlimet (rumit/bertele-tele), pura-pura tertarik dengan hidupmu, ngorek-ngorek (menggali-gali) informasi basa-basi, sampai dirasa momennya pas. Setelah kamu merasa nyaman dan cair, barulah dia masuk ke inti masalah. Modusnya bisa pakai cerita dramatis, “Aku lagi di luar kota nih, dompet ketinggalan, koneksi angel (susah sinyal), butuh telpon penting banget, pulsa entek (pulsa habis) mendadak. Eman tenan (sayang sekali) kalau nggak bisa telpon sekarang…”
Javanese Level: High. Pakai kata piye kabare, pangling, tambah ayu/ganteng, ketoke, seneng, cerito-cerito, njlimet, ngorek-ngorek, cair, koneksi angel, pulsa entek, eman tenan.
3. Si Pendongeng Pilu (The Sad Storyteller)
Tipe ini mengandalkan jurus playing victim dan dramatisasi. Ujug-ujug ngelike foto lawas sebagai pembuka, lalu langsung chat dengan nada nelangsa (sedih/memelas). Ceritanya macem-macem, mulai dari HP mau disita karena belum bayar cicilan dan butuh pulsa buat koordinasi, lagi di tengah hutan belantara koneksi angel dan pulsa entek (padahal update story lancar jaya), sampai ngaku (mengaku) lagi di rumah sakit nunggu kabar keluarga dan pulsa habis buat nelpon.
Mereka akan bikin cerita yang menguras emosi dan menggugah rasa iba. “Aku nggak tahu lagi harus minta tolong siapa… cuma kamu yang eling (ingat) sama aku… kepepet (terdesak) banget ini…” Intinya, mereka berusaha membuatmu merasa bersalah kalau tidak membantu. Like foto lawas itu cuma trigger biar kamu ngeh (sadar) dia ada.
Javanese Level: Medium-High. Pakai kata ujug-ujug, lawas, nelangsa, koneksi angel, pulsa entek, ngaku, menguras emosi, menggugah rasa iba, eling, kepepet, ngeh.
4. Si Pemberi Harapan Palsu (The False Promiser)
Tipe ini ngelike foto lawas sambil chat dengan janji manis. “Bro/Sis, aku lagi butuh pulsa banget iki. Nanti tak ganti (nanti saya ganti) sak iki (sekarang juga)/besok pagi/minggu depan pas gajian.” Janjinya bombastis, meyakinkan seolah-olah dia nggak mungkin lupa atau nggak mungkin mblenjani (mengingkari janji).
Masalahnya, janji itu seringkali cuma angin lalu. Setelah pulsa terkirim, dia ngilang lagi bak ditelan bumi. Chat nggak dibalas, telepon nggak diangkat, bahkan mungkin unfriend atau block biar nggak ditagih. Like foto lawasnya itu cuma kamuflase biar kamu percaya kalau dia masih eksis dan ‘ingat’ kamu.
Javanese Level: Medium. Pakai kata aku lagi butuh pulsa banget iki, tak ganti, sak iki, mblenjani, ngilang.
5. Si Pasrah tapi Ngarep (The Resigned but Hopeful)
Tipe ini mungkin yang paling jujur, tapi tetap pakai modus ngelike foto lawas biar kamu ngeh. Setelah like, dia langsung chat pendek, “Pulsa habis… kepepet. Bisa minta tolong?” Nggak pakai basa-basi, nggak pakai cerita dramatis, cuma mengakui kondisinya yang kepepet.
Kesannya memang lebih blak-blakan, tapi tindakan ngelike foto lawas itu menunjukkan bahwa dia malu atau sungkan kalau langsung minta. Dia berharap dengan ngelike foto itu, kamu akan inisiatif bertanya atau setidaknya nggak kaget kalau tiba-tiba dia nembak pulsa. Ada unsur kepasrahan (“Pulsa habis…”) tapi juga harapan besar (“…bisa minta tolong?”).
Javanese Level: Low-Medium. Pakai kata kepepet, blak-blakan, malu, sungkan, inisiatif, nembak.
Kenapa Sih Mereka Begitu?
Pertanyaan besarnya, kenapa sih harus pakai modus ngelike foto lawas segala? Kenapa nggak langsung chat aja?
- Mencari Perhatian: Like foto lawas itu cara paling gampang dan paling nggak langsung untuk bikin kamu notis keberadaan mereka setelah sekian lama menghilang.
- Memecah Kebekuan: Setelah like, kamu mungkin akan nyapa duluan, “Kok ngelike foto lawas?”. Nah, percakapan sudah terbuka, jalannya jadi lebih mulus buat nembak.
- Menghindari Kesan “Cuma Butuh”: Dengan ngelike foto lawas, seolah-olah mereka sedang nostalgia atau mengingat masa lalu bersamamu, bukan cuma datang pas butuh. Padahal ya… modus.
- Malu atau Sungkan: Bisa jadi mereka malu atau sungkan kalau langsung chat dan minta pulsa. Like foto lawas itu semacam pemanasan sosial.
Bagaimana Menghadapinya?
Menghadapi teman tipe ini memang rada tricky. Kamu bisa:
- Pura-pura Nggak Tahu: Notifikasi masuk? Seen aja, nggak usah dibalas, apalagi ditanya kenapa ngelike foto lawas. Biar dia yang gregetan dan mungkin langsung nembak tanpa modus.
- Balas Basa-basi, Tolak Permintaan Pulsa: Balas chatnya, tanyakan kabar balik, tapi ketika dia minta pulsa, tolak dengan halus. Bisa bilang, “Aduh, pas aku juga lagi bokek nih,” atau “Maaf ya, lagi nggak bisa bantu.”
- Tanya Balik: Kalau wani (berani), tanya langsung, “Kok ujug-ujug ngelike foto lawas? Arep nyilih pulsa yo (mau pinjam pulsa ya)?” Kadang kejujuran bisa bikin mereka jera.
- Introspeksi Hubungan: Sebenarnya, kemunculan teman tipe ini bisa jadi cermin jenis pertemanan yang kamu punya. Apakah ini memang teman sejati yang kepepet atau hanya teman yang datang pas butuh?
Fenomena ngelike foto lawas pas lagi nggak ada pulsa ini memang lucu sekaligus miris. Lucu karena modusnya ketebak, miris karena menunjukkan ada orang yang baru eling (ingat) kita pas dia lagi susah (dalam hal ini, susah pulsa).
Apapun tipenya, semoga kita semua punya teman yang eling nggak cuma pas lagi krisis pulsa, tapi eling di setiap keadaan, susah seneng bareng. Karena pertemanan sejati itu eman kalau cuma diukur pakai indikator pulsa HP.
Nah, kamu punya teman tipe yang mana nih? Atau malah jangan-jangan, kamu sendiri pernah jadi salah satunya? Ngaku wae! (Ngaku aja!)